Wednesday, October 14, 2015

Gugat Aturan “Unbundling”, Serikat Pekerja PLN Perbaiki Permohonan


Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan) pada Senin (12/10) siang. Pemohon adalah Adri dan Eko Sumantri selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang menguji Pasal 10 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (5) dan Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagalistrikan.
Pada sidang tersebut, Pemohon menyampaikan sejumlah perbaikan dari permohonannya. Terkait pokok permohonan, Pemohon menegaskan bahwa Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. “Bahwa Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagalistrikan, terdapat pembagian usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang menyebabkan PLN tidak lagi menjadi satu-satunya pemegang kuasa usaha perlistrikan, tapi menjadi bagian perusahaan-perusahaan yang dapat melakukan usaha tenaga listrik untuk kepentingan umum,” papar kuasa hukum Pemohon Muhammad Fadrian Hadi Sutianto, di Ruang Sidang MK.
Selain itu, ungkap Sutianto, terdapat penambahan pasal yang diujikan, yakni Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan. Pemohon menganggap, sepanjang frasa “badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang tenaga listrik” dalam Pasal Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut memberikan peluang kepada badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat untuk berusaha di bidang tenaga listrik, padahal seharusnya hanya PLN yang berhak melakukannya.
“Sementara ketenagalistrikan dalam hal ini merupakan kebutuhan dasar yang memiliki kepentingan dan wajib untuk dipenuhi karena tersangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, hanya BUMN dalam hal ini PLN yang dapat melakukan usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum,” tegas Sutianto kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Sebagaimana diketahui, Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 10 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (5), Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagalistrikan telah mengakibatkan hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh korporasi swasta nasional, multinasional dan perorangan. Bahkan, ketentuan tersebut dapat mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaaan atas tenaga listrik.
Menurut Pemohon, materi muatan ketentuan yang diujikan tersebut memuat mengenai pengelolaan dalam penyediaan usaha tenaga listrik secara terpisah (unbundling) dengan menerapkan prinsip usaha yang sehat untuk memupuk keuntungan usaha, perlakuan tarif tenaga listrik yang berbeda setiap wilayah usaha, dan membuka selebar-lebarnya peran serta korporasi swasta nasional, multinasional, maupun perorangan untuk mengelola dan mengusai tenaga listrik. Pemohon menganggap, ketentuan tersebut merupakan pengulangan dari Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (3), serta Pasal 68 Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang sebelumnya telah dibatalkan oleh MK dalam Putusan Perkara No. 001-021-022/PUU-I/2003.
Selain itu menurut Pemohon, frasa ”prinsip usaha sehat” dalam Pasal 33 ayat (1) dan frasa ”secara berbeda” dalam Pasal 34 ayat (5) UU Ketenagalistrikan mencerminkan adanya semangat bahwa dalam hal harga jual tenaga listrik maupun tarif tenaga listrik untuk konsumen, maka pemerintah dan pemerintah daerah memerhatikan kesepakatan di antara badan usaha. Berdasarkan hal itu, kemudian Pemohon menganggap bahwa ada variabel yang memengaruhi harga jual tenaga listrik, yakni nilai keuntungan bagi badan usaha dan adanya potensi terjadinya kartelisasi, sehingga tarif tenaga listrik akan mahal. (Nano Tresna Arfana/IR)
Sumber : www.mahkamahkonstitusi.go.id

Tuesday, October 13, 2015

Duh, Ribuan Rumah di Sleman Belum Tersambung Jaringan Listrik

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sebanyak 4.878 rumah keluarga miskin di Kabupaten Sleman masih menggunakan sumber penerangan utama non-PLN. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Sleman baru merencanakan penyambungan jaringan listrik ke 2.000 rumah.

Penyambungan jaringan listrik tahun ini mendapat alokasi anggaran dari APBD-Perubahan 2014 sebesar Rp3,6 miliar. Kepala Sie Pengembangan Dinas Sumber Daya Air, Energi, dan Mineral (SDAEM) Kabupaten Sleman, Purwoko, mengungkapkan pemasangan instalasi listrik ke 2.000 sambungan rumah (SR) ditargetkan selesai pada akhir Desember. Sementara sisanya akan dikerjakan pada 2015.

"Orientasi tahun ini kami tujukan untuk rumah yang sudah dekat dengan jaringan listrik karena waktunya singkat," ujarnya ditemui Senin (11/8).

Rumah keluarga miskin yang belum tersambung jaringan listrik PLN paling banyak berada di Kecamatan Tempel dengan 779 unit. Di wilayah Prambanan, sebanyak 591 rumah belum tersambung dengan jaringan listrik PLN.

"Di Kecamatan Prambanan banyak rumah yang jauh dari jaringan lisrik," ujar Purwoko.
Sementara, Kecamatan Seyegan dan Kalasan juga masih memiliki rumah tanpa sambungan listrik PLN hingga masing-masing lebih dari 300 unit.

Setiap rumah akan mendapat instalasi listrik dengan daya 450 VA, tiga titik lampu, satu stop kontak, dan pulsa senilai Rp50 ribu. Seluruh anggaran yang dibutuhkan untuk pemasangan instalasi listrik mencapai Rp8,3 miliar. "Kami berharap sudah tidak ada sumber penerangan utama non-PLN pada 2016," ujar Purwoko.

Penyambungan instalasi listrik untuk keluarga miskin sebelumnya tidak masuk dalam nota perubahan APBD Sleman 2014. Poin anggaran tersebut baru masuk dalam pembahasan anggaran perubahan pada Ahad (10/8) yang kemudian disahkan Senin pagi.

Sumber : Republika

SISTEM e-PROCUREMENT PT. PLN (PERSERO) MAMPU MEMBERIKAN PENGHEMATAN Rp 400 M/TAHUN



e-PROCUREMENT SEBAGAI DUKUNGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE





Sebagai BUMN yang wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau dikenal dengan tata kelola Perusahaan yang baik dalam aspek bisnis dan pengelolaan perusahaan pada semua jajaran perusahaan, PLN menyusun tatakelola Teknologi Informasi dalam lingkup bisnis dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Dukungan Teknologi Informasi dapat meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah, serta mencapai efektifitas dan efisiensi. Aspek kunci dari prinsip GCG meliputi adil, responsibilitas, transparansi, independensi, akuntabilitas, keselarasan dan kewajaran serta tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dengan Panduan Kebijakan Tata Kelola Teknologi Informasi BUMN (IT Governanve), seluruh BUMN diminta untuk melaksanakan GCG pada setiap aspek bisnis dan juga pengelolaan perusahaan pada semua jajarannya.
Hal ini dapat mencerminkan dengan sangat baik suatu proses pengambilan keputusan juga leadership dalam penyelenggaran tata kelola Teknologi Informasi.
E-Procurement PLN (eProc) sebagai salah satu aplikasi yang merupakan implementasi dari IT Governance yang mendukung GCG. Terwujudnya aplikasi tersebut merupakan hasil kebijakan Manajemen PT. PLN (Persero) tahun 2000 terkait dengan Informasi Stok Material PLN, Penyusunan HPS, dan Monitoring Pergerakan Material. Sedangkan hasil Amanat RUPS tahun 2003 menetapkan agar PLN mengoptimalkan eProc yang sudah dikembangkan untuk tercapainya harga pembelian yang optimal dan tercapainya inventoru PLN yang efisien. Proses pengadaan secara manual dapat mengakibatkan sulitnya informasi mengenai harga satuan khusus di internal PLN, perlakuan yang tidak sama kepada Calon Penyedia Barang/Jasa (CPBJ), dan lemahnya pertanggung jawaban terhadap proses pegadaan sehingga mengakibatkan resiko di kemudian hari.
Terkait tidak adanya informasi stok barang di gudang, mengakibatkan sulitnya mencapai sasaran stok optimal. Aplikasi eProc mampu membawa manfaat bagi Perusahaan yakni adanya standardisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di internal PLN, serta mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan. Beberapa kendala dalam implementasi eProc dapat teratasi dengan adanya komitmen pada seluruh jajaran manajemen dan pelaksana pengadaan untuk menggunakan eProc sebagai sarana proses pengadaan barang/jasa di PLN, dan melakukan sosialisasi secara bertahap serta melakukan penyederhanaan proses pengadaan, memanfaatkan teknologi dan pengembangan aplikasi yang bersifat fleksibel.
Ruang lingkup eProc PLN dibagi menjadi 3 (tiga) kebutuhan utama, antara lain : Cataloging Information System, Supply Chain Management (SCM) System, Portal e-Proc PLN. Pada kebutuhan Cataloging Information merupakan pemenuhan kebutuhan atas terbentuknya database katalog material (MDU, sparepart, SCADA, Pembangkit, Bahan Bakar, dll); sharing informasi dari persediaan, bursa, harga satuan, HPS, daftar pemasok; menyusun daftar rencana pengadaan material. Pada kebutuhan SCM System merupakan perwujudan dari pengadaan material melalui bursa antar Unit PLN, pengadaan barang/jasa melalui e-bidding dan e-auction. Sedangkan sarana portal eProc merupakan usaha untuk memberikan hosting portal kepada pihak lain yang inign menggunakan jasa layanan pengadaan barang/jasa, memberikan layanan promosi/iklan melalui portal eProc, dan menjadi pusat penyedia informasi.
Selama tahun 2005-2008, eProc mencatat saving sebesar 4,56% terhadap realisasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yakni Rp.249,40 Milyar dan pengehematan sebesar Rp.1,6 Trilyun dari Realisasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) terhadap Total RAB. Sedangkan total pengadaan yang telah direalisasikan melalui e-Proc selama 4 tahun tersebut adalah sebanyak 3352 pengadaan dari total rencana sebanyak 5071 pengadaan atau 66,1%. Jumlah realisasi pengadaan yang dilakukan melalui e-Proc terhadap rencana pengadaan cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2008 dengan rata-rata pertumbuhan realisasi pengadaan sebesar 63.91% setiap tahunnya. Sedangkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 terjadi penpenurunan pertumbuhan sebesar 5,89%. Sedangkan pada tahun 2008, e-Proc berhasil mencatat saving sebesar Rp.90,80 Milyar atau sebesar 4.91% berdasarkan Perolehan HPS terhadap Realisasi HPS dan sebesar Rp.457,9 Milyar atau sebesar 8,06% terhadap Realisasi RAB.
Penekanan terhadap HPS tersebut dapat diraih dengan pelaksanaan e-Auction pada pengadaan melalui pelelangan umum, seleksi umum, dan lainnya. e-Auction adalah teknik penyampaian penawaran harga melalui eProc PLN dimana harga yang sudah disampaikan tersebut dikompetisikan di antara CPBJ selama selang waktu tawar menawar yang ditentukan. Aplikasi eProc PLN merupakan representasi dari Kepres 080 tahun 2003 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sehingga implementasi eProc nanti dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi Instansi Pemerintah atau BUMN lainnya.
(Tim eProc PLN - eP&PNA)



"e-PROCUREMEN PT.PLN (PERSERO) adalah salah satu program yang sangat membantu PLN, untuk mendukung implementasi
GCG dalam mewujudkan transparansi, control, keadilan
(fairness), penghematan biaya dan mempercepat
proses pengadaan, juga mencegah korupsi dan
pada gilirannya meningkatkan Citra Perusahaan"


Fahmi Mochtar

DIRUT PT PLN (Persero)


Sumber : http://eproc.pln.co.id/

Putusan MK Uji Materi SLO dalam UU No. 30 tentang Ketenagalistrikan




Nomor                           :   58/PUU-XII/2014
Pokok Perkara               :   Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pemohon                       :   Ibnu Kholdun, S.H
Amar Putusan               :   Dikabulkan Sebagian
Status                            :   Mengabulkan Sebagian (Ditolak)
File Pendukung           :    Klik Disini


Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

Serikat Pekerja PLN ajukan lagi Uji materi UU 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan


MIGASNEWS , JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja PLN kembali mengajukan uji materi Undang-Undang 30 tahun 2009 ke Mahkamah Konstitusi. Sidang Uji Pendahuluan telah diikuti oleh Serikat Pekerja PLN 29 September 2015.
Ketua Umum Serikat Pekerja PLN H.Adri menyampaikan adanya pertentangan dalam Undang-Undang 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan tersebut dengan UUD 1945 , dimana yang lebih diuntungkan adalah pihak swasta daripada kemakmuran rakyat.
Sekjen Serikat Pekerja PLN Eko Sumantri memandang adanya intervensi pihak asing dalam penyusunan dan pembuatan materi Undang-Undang 30 tahun 2009 tersebut. Intervensi tersebut menurut Eko hanya untuk kepentingan-kepentingan bisnis yang menguntungkan oknum-oknum tertentu dari kekayaan alam indonesia melalui PLN.
“Setelah disahkan UU tersebut, banyak pekerja asing di Indonesia yang mengambil alih manajemen kelistrikan. Misal, di Bali, semuanya dari Cina dan juga para pekerjanya. Kalau mau bukti, kita punya data kok,” jelas Eko Sumantri.  Oleh karena itu kata Eko, Indonesia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk mengelola sendiri PLN, bahkan harga tarif PLN pun semuanya dikendalikan asing. “Kita sudah kehilangan arah dan bersaing dengan asing. Perusahaan negara dikuasai swasta. Ini mencederai UUD 1945 dan berdampak pada kesejahteraan bersama dalam negara kita,” pungkasnya.
Sementara itu , Koordinator Bantuan Hukum YLBHI, Julius Ibrani angkat bicara soal keberatan Serikat Pekerja PLN Jakarta terhadap lahirnya Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang privatisasi PLN.
“Dalam hal ini, pihak swasta yang menyediakan PLN sedangkan negara hadir sebagai penyewa. Padahal PLN itu milik negara. Ini yang menjadi masalah,” ujar Julius.
Lanjut Julius, UU privatisasi PLN tersebut tidak berbeda jauh dengan UU migas, Sumber Daya Air, dan Pendidikan yang telah dibatalkan karena terindikasi privatisasi.
“Tapi sebenarnya ini amanat IMF terhadap pemerintah dari zaman orde baru, era presiden Seoharto. Semua milik negara diprivatisasi,” jelasnya.
Untuk itu, Julius mendesak pemerintah untuk mengubah atau menghapus UU privatisasi tersebut karena dalam substansi UU tersebut terkesan negara dikuasai pihak swasta.
“Kita bisa berpatokan pada bunyi Pasal 33 UUD 1945 yang mengatakan, semua kekayaan alam dan segala isinya dikuasai oleh negara. PLN adalah infrastruktur negara, bukan swasta. Ini artinya, rakyat membeli dari swasta bukan negara dan imbasnya kelayakan harga tidak kita rasakan. Pasalnya, swasta mencari untung,” cetusnya.
Sumber : MIGASNEWS

CV. Rahmat Bersama AKLINDO Mengikuti Gelar Alat di PT. PLN (Persero) Area Lhokseumawe


Sebagai awal langkah pergerakan Aklindo Aceh Tengah dan Bener Meriah, CV. Rahmat yang merupakan anggota AKLINDO (Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan Indonesia) mengikuti Gelar Alat (Prakualifikasi) di PT. PLN (Persero) Area Lhokseumawe tanggal 8 Oktober 2015 yang lalu.
Untuk tahap awal ini, CV. Rahmat mengikuti prakualifikasi bidang pekerjaan instalasi rumah (IR).
Semoga langkah awal ini menjadi tonggak yang baik dalam masa yang akan datang. Amin.

Listrik Siap Dipenuhi untuk Investasi di Aceh


BANDA ACEH - Investor yang ingin berbisnis atau menanamkan investasinya di Aceh tidak perlu khawatir lagi dengan masalah ketersediaan pasokan listrik. Pihak PLN memastikan bahwa kebutuhan daya listrik saat ini sudah mencukupi.
Kepastian itu disampaikan GM General Manager (GM) PLN Aceh yang baru, Bob Saril, kepada wartawan dalam acara lepas sambut GM PLN yang lama dan yang baru, di Gedung Kantor PT PLN (Persero) Wilayah Aceh, Banda Aceh, Selasa (29/9).
Bob Saril sebelumnya menjabat sebagai Manajer Bidang Distribusi Jakarta Raya. Ia ditugaskan memimpin PLN Aceh menggantikan Sulaiman Daud yang mendapat jabatan baru sebagai Kepala Divisi Konstruksi Regional Jawa Bagian Tengah.
“Sekarang PLN sudah sangat siap melayani dan memenuhi kebutuhan investor. Sekarang diminta, sekarang ada. Secara daya, sudah cukup,” kata Bob Sarir didampingi Sulaiman Daud.
PLN kata dia, sudah berkeputusan bahwa kelistrikan merupakan sokoguru (pilar) terhadap infrastruktur yang harus dikembangkan. Sebab, lanjutnya, hal utama yang akan ditanyakan investor saat berniat investasi di suatu daerah adalah ketersediaan listrik. “Nah di Aceh, kita siap. Ada investor, kita siap. Apapun akan kita lakukan,” pungkas Bob Saril.
Sebagai contoh, Hotel Hermes Palace saat ini sudah sepenuhnya menggunakan listrik dari PLN. Selain itu, dalam waktu dekat pihaknya juga akan duduk bersama dengan pihak PT Semen Indonesia yang berencana membangun pabrik di kawasan Pidie. Untuk pabrik tersebut, PT Semen Indonesia membutuhkan pasokan listrik sekitar 50 MW. “Kita siap penuhi kebutuhan listrik PT Semen Indonesia,” imbuh Bob Saril lagi .
Untuk menjaga pasokan listrik seiring dengan meningkatnya kebutuhan, Bob Saril mengatakan kalau PLN akan terus membangun potensi-potensi kelistrikan yang ada. Di antaranya dengan mengembangkan pembangkit di Nagan Raya, serta di Arun menjadi sekitar 185 MW. “Kita akan pikir lagi potensi-potensi kelistrikan yang lain. Kita akan bangun terus,” ucapnya.
Sementara itu, GM PLN yang lama, Sulaiman Daud, menambahkan, tugas besar PLN ke depan adalah membangun transmisi. Dikatakan kalau Aceh ini banyak memiliki transmisi, namun tidak saling berhubungan. “Karena itu perlu dibangun transmisi. Ini tugas besar, tanpa ada transmisi maka kita tak bisa melakukan apa-apa,” imbuh Sulaiman Daud.
Dalam kesempatan tersebut, GM PLN Wilayah Aceh juga menginformasikan bahwa untuk pelanggan besar dan pelanggan yang ingin menambah daya, sekarang tidak perlu lagi ganti meteran, dari meteran lama ke meteran prabayar.
PLN katanya, akan memberikan pilihan kepada pelanggan, apakah ingin tetap dengan meteran yang lama, atau ganti ke meteran prabayar. “Pilihan itu kita berikan untuk pelanggan besar. Sebab sekarang ini, Kwh meter yang kecil sudah diproduksi lagi oleh pabrikan, yang masih ada itu Kwh meter yang besar dan industri,” jelas Bob Saril.
Sementara, terkait dengan penugasannya di Aceh, hal utama yang akan dia lakukan adalah meningkatkan pelayanan terhadap keandalan jaringan listrik. Hal ini ditegaskannya merupakan fokus utama.
“Kedua, kita ingin masyarakat sebagai pelanggan agar tertib. Kita akan menertibkan orang-orang yang melakukan penyambungan langsung, itu sangat berbahaya,” demikian Bob Saril.(yos)
Sumber : Serambi Indonesia

PLTA Peusangan Rampung 2017

* Berkapasitas 88 MW
REDELONG - Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan yang sudah dikerjakan 35 persen sampai Agustus 2014, direncanakan akan rampung pada April 2017. Proyek yang menghabiskan dana 217,8 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,5 triliun, pinjaman Japan International Coorperation Agency (JICA) akan berkapasitas 88 megawatt (MW).
Manager UPK PLTA Peusangan 1 dan 2, Oktavianus Duha yang ditemui Serambi di sela-sela pembagian perlengkapan sekolah untuk beberapa murid SD di Kecamatan Silih Nara, Bener Meriah, Selasa (19/8) menyatakan pembangunan proyek terus dipacu. “Harapan kami, proyek ini bisa selesai sesuai dengan target pada tahun 2017 mendatang,” katanya.
Disebutkan, untuk pembangunan proyek PLTA Peusangan 1 dan 2 secara keseluruhan sudah mencapai dalam kisaran 35 persen, sedangkan untuk pekerjaan sipil sudah mencapai 45 persen. Dia mengakui, dalam pelaksanaan pembangunan proyek PLTA, pihaknya masih menemui banyak kendala di lapangan.
Namun, sebutnya, melalui pendekatan dengan semua elemen masyakarat, kendala yang dihadapi selama ini akan dapat diselesaikan. “Kami terus berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat, karena, dalam pelaksanaan proyek PLTA Peusangan, dukungan masyarakat menjadi sangat penting,” terangnya.
Sementara itu, untuk pembangunan proyek tersebut, pihak PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melibatkan sejumlah perusahaan nasional maupun asing. Berdasarkan data yang dihimpun Serambi, dalam pelaksanaannya, proyek ini dibagi dalam beberapa paket pekerjaan (Lot), yaitu pekerjaan sipil, metal, elektromekanikal, jaringan transmisi 150 kV dan gardu induk.
Untuk pekerjaan sipil dikerjakan oleh konsorsium Hyundai-PP, metal dikerjakan oleh joint operation Wika Amarta, jaringan transmisi 150 kV dan gardu induk dikerjakan konsorsium PT Balfour Beatty Sakti dan PT Karunia Berca. Serta pekerjaan elektromekanikal dikerjakan oleh Andritz Hydro GmbH.
Sementara itu, saat rampung nantinya, sebagian besar energi listrik yang dihasilkan PLTA Peusangan I dan II di Takengon akan dipasok untuk kebutuhan listrik di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Padahal, proyek ini sempat tertunda belasan tahun atau sekitar 12 tahun akibat konflik yang mendera Bumi Serambi Mekkah ini.
Sedangkan, Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM saat akan dimulainya proyek pada akhir tahun 2012 lalu mengatakan, seluruh elemen masyarakat  mendukung penyelesaian pembangunan PLTA Peusangan I dan II. Bahkan, sebutnya, proyek pengadaan energi lisrik tersebut sangat ditunggu-tunggu masyarakat Gayo.
“Kebutuhan energi listrik semakin hari semakin bertambah, sedangkan pasokan listrik terbatas. Bila pembangkit energi listrik tidak dibangun di tempat kita, maka dalam beberapa tahun ke depan, kita akan sulit mendapatkan pasokan energi listrik ke rumah warga, “ ujar Nasaruddin.
Hal yang sama juga dikatakan Wakil Bupati Bener Meriah H Sirwandi Laut Tawar. Selama ini, katanya, masyarakat selalu mengeluhkan tentang pelayanan listrik, karena hampir setiap hari, aliran listrik sering terputus. “Intinya, kita akan dukung semua pembangunan listrik untuk kepentingan masyarakat,” kata Sirwandi Laut Tawar.(c35)   
Sumber : Serambi Indonesia

Dirjen Ketenagalistrikan Buka Rapimnas Aklindo 2013

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Ir. Jarman M.Sc pada Kamis (30/5) membuka Rapimnas Aklindo 2013. Rapimnas yang digelar di Hotel Royal Kuningan Jakarta ini dihadiri oleh perwakilan Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan (Aklindo) seluruh Indonesia untuk membahas rencana dan evaluasi kegiatan-kegitan Aklindo. Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Ketenagalistrikan mengapresiasi kegiatan Aklindo sekaligus mengajak semua pihak mendukung upaya keselamatan ketenagalistrikan.
Dalam sambutannya Dirjen Ketenagalistrikan mengungkapkan bahwa upaya pemenuhan atas kebutuhan listrik menjadi tanggung jawab bersama. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dibutuhkan pertumbuhan kapasitas listrik antara 4.500-5.000 MW per tahun. "Rasio Elektrifikasi Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang GDPnya setingkat dengan Indonesia," ujar Dirjen.
Menurut Dirjen, dua tahun terakhir ini Indonesia mengalami pertumbuhan Rasio Elektrifikasi yang cukup tinggi. Tahun 2010 Rasio Elektrifikasi Indonesia mencapai 67,2%, sedangkan hingga akhir tahun 2012 Rasio Elektrifikasi telah mencapai 76,5%. "Masih ada 23,5% (rumah tangga) yang belum terlistriki. Tahun ini pemerintah menargetkan 3,2 juta sambungan baru dimana 2,9juta adalah pelanggan rumah tangga," ujar Dirjen. Dari 2,9 juta target rumah tangga tersebut 2,3 jutanya adalah pelanggan 450 dan 900 Watt. "Jika ini bisa diimplementasikan, Rasio Elektrifikasi tahun 2013 dapat mencapai 79,2% sehingga akhir tahun depan sudah mendekati 82%," ungkapnya.
Target pemerintah sendiri pada tahun 2020 nanti 99% rumah tangga Indonesia telah terlistriki. Untuk itu setiap tahun setidaknya harus tersambung 3 juta rumah tangga. Menurut Dirjen ini menjadi pekerjaan besar dan harus didukung oleh semua pihak khususnya usaha penunjang ketenagalistrikan baik dalam pemasangan instalasi, pemeriksaan, dan pengoperasian instalasi. "Karena itu kerjasama antara Aklindo dengan pihak pemeriksa atau PPILN, serta bagian penyidikan yaitu STT PLN kami sambut dengan gembira," Dengan kerjasama tersebut Dirjen mengharapkan Aklindo sebagai usaha penunjang tenaga lsitrik khususnya di bidang instalasi akan berkiprah lebih baik lagi. Hal ini tentu sesuai dengan tema Rapimnas Aklindo 2013, yaitu "Melalui Rapimnas Anggota Aklindo Siap Profesional dalam Menerangi Wilayah NKRI".
Menurut Dirjen, kesadaran masyarakat tentang keselamatan ketenagalistrikan saat ini masih kurang. Maka sesuai dengan peraturan, setiap instalasi wajib memiliki sertifikat laik operasi. "Pengoperasian instalasi listrik tanpa SLO akan menjadi temuan BPK," ujar Dirjen. Setiap peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan Standard Nasional Indonesia (SNI). Dirjen menyambut baik program Aklindo dalam menggunakan SNI dalam pemasangan instalasi ketenagalistrikan. Dirjen juga mengingatkan bahwa setiap tenaga teknik di bidang ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi. Hal tersebut ada dalam peraturan Menteri (ESDM) yang sedang disiapkan. "Keselamatan ketenagalistrikan Tanggung jawab kita bersama. Baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha, termasuk pelaku usaha jasa penunjang," ungkap Dirjen. 

Sumber : DPD AKLINDO Jatim

Kode Etik AKLINDO



1.  Berprilaku Jujur dan Bersikap Kesatria Serta Menyimpan Rahasia Organisasi AKLINDO.
2.  Komitmen Teguh Dalam Kata dan Perbuatan Pada Aktivitas Asosiasi Sehari-Hari.
3.  Saling Menghormati Kepada Sesama Anggota AKLINDO di Dalam Melakukan Kegiatan, Berusaha Dan Bersaing Secara Sehat Serta Tidak Merampas Hak dan Kesempatan Sesama Anggota AKLINDO.
4.  Melaksanakan dan Menyelesaikan Pekerjaan Yang Diberikan Sesuai Kontrak dan Petunjuk Dari Pemberi Kerja. 
5.  Tidak Menyalahgunakan Wewenang Yang Diberikan Organisasi Yang Diatur Didalam AD/ART AKLINDO dan Peraturan Organisasi AKLINDO.

Monday, October 12, 2015

SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT) AKLINDO DARI KEMENDAGRI


SURAT KEPUTUSAN PENGURUS LPJK UNTUK AKLINDO

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS LPJK NO.20/KPTS/LPJK-N/III/2012 tentang PENETAPAN ASOSIASI PERUSAHAAN YANG DIBERI KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN VERIFIKASI DAN VALIDASI

 







SERTIFIKAT MERK AKLINDO


HAK PATEN AKLINDO


VISI & MISI AKLINDO

VISI :
Sebagai Kontraktor Pelaksana Ketenagalistrikan dalam memberikan Jasa Pelayanan Engineering, Procurement dan Construction.

MISI :
1. Menjadikan anggota AKLINDO sebagai tenaga profesional di bidangnya. 2. Sebagai Mitra Kerja PLN dan Pemerintah di dalam mendukung penyediaan tenaga listrik yang terjangkau oleh Masyarakat Kelistrikan. 3. Sebagai Mitra Kerja PLN dan Pemerintah di dalam menggali energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik alternatif.